Beberapa waktu lalu saya membaca sebuah tulisan di sebuah majalah fotografi yang mebahas sebuah diskusi yang menurut saya menarik untuk cermati. Seputar pertayaan seorang fotografer yang megeluhkan kinerja kameranya dan ingin berganti merk. Diluar merk yang selama ini dia gunakan yang notabene telah mebuatnya kecewa.
Diskusi menjadi sebuah perdebatan yang sengit dan terbagi menjadi dua kubu, kubu pertama mengatakan bahwa merk kamera tidak penting. Yang penting adalah the man behind the gun, dan kubu kedua mengatakan bahwa kamera itu penting. Perdebatan berlangsung seimbang sehingga sang penanya bingung. Akhirnya seorang mencoba menjadi penegah dengan mengatakan, bahwa ketika kita menjalankan fotografi sebagai hobi, merk kamera menjadi tidak terlalu penting. Tapi ketika kita dituntut oleh klien untuk menghasilkan foto dengan karakter tertentu, atau ketika kita hendak menjual foto tersebut, maka merk dan spesifikasi minimum sebuah kamera menjadi sangat penting.
Ada suatu kesan 50-50 dalam menjawab pertayaan tersebut, pertanyaan lain pun muncul “anda lebih berat kemana?”….sang penegah menjawab; “60% saya setuju bahwa merk kamera itu penting, sisanya 40% untuk man behind the gun”. Sang penanya berkesimpulan bahwa sang penengah meletakan intelektualitas fotografer di bawah alat. Kemudian sang penengah mencoba menjelaskan dengan meng-umpamakan alat adalah mobil secara keseluruhan, dan man behind the gun diumpamankan sebagai setir mobil tersebut. Pilih mana, antara Honda Accord terbaru yang gak punya setir, atau Suzuki Carry yang dilengkapi setir, untuk mencapai tujuan anda secepat mungkin? Tentu anda akan memilih Carry, karena walaupun harganya lebih murah dari Accord, tapi ada setirnya, pasti selamat sampai tujuan. Mobil secara keseluruhan diwakili dengan angka 60% dan setir 40%.
Nah, Intinya jangan sampai kita terjebak dengan angka, 60% versus 40%. Jangan dilihat dari angkanya, tapi substansi angka tersebut. Meski berbeda, keduanya memiliki bobot yang sederajat. Bahwa seorang Darwis Triadi pun jika diberi kamera yang tidak sesuai dengan tujuannya, pasti kesulitan untuk menghasilkan sebuah foto dengan karakter tertentu yang ada dalam bayangannya. Merk dan spesifikasi kamera penting, 40% adalah keahlian sang fotografer. tujuan , lingkungan pemotretan dan tuntutan klien yang menjadi penentu. 40% tampak sedikit tapi dialah yang mengendalikan 60% tersebut. Dalam hal apapun yang bersifat mengendalikan, pasti jumlahnya sedikit.
Sebuah pernyataan yang sangat baik namun agak menusuk hati sempat terlontar “ bahwa mereka yang berkata yang penting adalah man behind the gun adalah sama saja mengagungkan dirinya sendiri, pada kenyataannya mereka juga menggunakan kamera merk2 tertentu dan jika ada uang pasti beli digital back. Jika Man behind the gun sangatlah penting, lalu kenapa mereka tidak menjalankan fotografi dengan handphone berkamera saja?”
Namun harus diingat definisi penting disini tentu saja menjadi relatif, tergantung dari kedewasaan pengguna. Bagi seseorang yang gengsi dan ego-nya besar, merk penting untuk menjaga harga dirinya, betapapun hasil fotonya berantakan. Bagi mereka yang dewasa, merk penting untuk menjaga konsistensi kualita hasil fotonya.
Dan jangan lupa fotografi adalah tentang sinergi antara sang fotografer dengan alatnya. Hal itu ibarat 2 sisi mata uang yang tek terpisahkan. Adalh sangat naif bila kita mengasikan salh satunya dan mengagungkan yang lainnya secara berlebihan. I’ts all about attitude. Selamat berkarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar